Minggu, 21 Desember 2008

BAB I

PENDAHULUAN

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pancasila

Pacansila = berasal dari kata Sansakerta (Agama Buddha) = untuk mencapai Nirwana diperlukan 5 Dasar/Ajaran, yaitu:

1. Jangan mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh.

2. Jangan mengambil barang orang lain/Dilarang mencurri.

3. Jangan berhubungan kelamin/Dilarang berjinah

4. Jangan berkata palsu/Dilarang berbohong/berdusta.

5. Jangan mjnum yang menghilangkan pikiran/Dilarang minuman keras.[1]


1. Pengertian Pancasila Secara Etimologis

Perkataan Pancasil mula-mula terdapat dalam perpustakaan Buddha yaitu dalam Kitab Tripitaka dimana dalam ajaran buddha tersebut terdapat suatu ajaran moral untuk mencapai nirwana/surga melalui Pancasila yang isinya 5 J

2. Pengertian secara Historis

Pada tanggal 01 Juni 1945 Ir. Soekarno berpidato tanpa teks mengenai rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, kemudian keesokan harinya 18 Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk Pembukaannya dimana didalamnya terdapat rumusan 5 Prinsip sebagai Dasar Negara yang duberi nama Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila menjadi Bahasa Indonesia yang umum. Jadi walaupun pada Alinea 4 Pembukaan UUD 45 tidak termuat istilah Pancasila namun yang dimaksud dasar Negara RI adalah disebut istilah Pancasila hal ini didaarkan interprestasi (penjabaran) historis terutama dalam rangka pembentukan Rumusan Dasar Negara.

3. Pengertian Pancasila Secara Termitologis

Proklamasi 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara RI untuk melengkapai alat-alat Perlengkapan Negara PPKI mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 dan berhasil mengesahkan UUD 45 dimana didalam bagian Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya tercantum rumusan Pancasila. Rumusan Pancasila tersebut secara Konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara RI yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh Rakyat Indonesia.



B. Rumusan-Rumusan Pancasila[2]

1. Rumusan I: Muh. Yamin, Mr.

Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan, yaitu:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
  3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

2. Rumusan II: Sukarno, Ir.

  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
  3. Mufakat,-atau demokrasi
  4. Kesejahteraan sosial
  5. ke-Tuhanan yang berkebudayaan

3. Rumusan III: Piagam Jakarta

“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

4. Rumusan IV: BPUPKI

“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

5. Rumusan V: PPKI

“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

6. Rumusan VI: Konstitusi RIS

“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial.”

7. Rumusan VII: UUD Sementara

“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, …”

8. Rumusan VIII: UUD 1945

Kegagalan Konstituante untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD Sementara. Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan.

Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yang pernah menjadi lembaga tertinggi negara sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat antara tahun 1960-2004, dalam berbagai produk ketetapannya, diantaranya:

  1. Tap MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, dan
  2. Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.

Rumusan kalimat

“… dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

9. Rumusan IX: Versi Berbeda

Selain mengutip secara utuh rumusan dalam UUD 1945, MPR pernah membuat rumusan yang agak sedikit berbeda. Rumusan ini terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.

Rumusan

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial.

10. Rumusan X: Versi Populer

Rumusan terakhir yang akan dikemukakan adalah rumusan yang beredar dan diterima secara luas oleh masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah yang dikenal secara umum dan diajarkan secara luas di dunia pendidikan sebagai rumusan dasar negara. Rumusan ini pada dasarnya sama dengan rumusan dalam UUD 1945, hanya saja menghilangkan kata “dan” serta frasa “serta dengan mewujudkan suatu” pada sub anak kalimat terakhir.

Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)

Rumusan

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

D. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)

Karena BPUPKI dianggap terlalu cepat ingin melaksanakan proklamasi kemerdekaan, maka Jepang membubarkannya dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) Komite Persiapan Kemerdekaan pada tanggal 7 Agustus 1945 yang diketuai oleh Ir. Soekarno.

A. Keanggotaan

Pada awalnya PPKI beranggotakan 21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa). Susunan awal anggota PPKI adalah sebagai berikut:

Ir. Soekarno sebagai ketua, Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Ketua, dan beberapa anggota y6ang meliputi: Prof. Mr. Dr. Soepomo, KRT Radjiman Wedyodiningrat, R. P. Soeroso, Soetardjo, Kartohadikoesoemo, Kiai Abdoel Wachid Hasjim, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandardinata, Abdoel Kadir, Pangeran Soerjohamidjojo, Pangeran Poerbojo, Dr. Mohammad Amir (Anggota), Mr. Abdul Abbas (Anggota), Mr. Mohammad Hasan, Dr. GSSJ Ratulangi, Andi Pangerang, A.H. Hamidan, I Goesti Ketoet Poedja, Mr. Johannes Latuharhary, Drs. Yap Tjwan Bing dan Erwin Marwiansyah, S.Pd.

Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 yaitu :

Achmad Soebardjo, Sajoeti Melik, Ki Hadjar Dewantara, R.A.A. Wiranatakoesoema, Kasman Singodimedjo, Iwa Koesoemasoemantri dan Abdul Aziz

B. Persidangan

Tanggal 9 Agustus 1945, sebagai pimpinan PPKI yang baru, Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk bertemu Marsekal Terauchi. Setelah pertemuan tersebut, PPKI tidak dapat bertugas karena para pemuda mendesak agar proklamasi kemerdekaan tidak dilakukan atas nama PPKI, yang dianggap merupakan alat buatan Jepang. Bahkan rencana rapat 16 Agustus 1945 tidak dapat terlaksana karena terjadi peristiwa Rengasdengklok.

Setelah proklamasi, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI memutuskan antara lain:

  1. mengesahkan Undang-Undang Dasar,
  2. memilih dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. M. Hatta sebagai wakil presiden RI,
  3. membentuk Komite Nasional untuk membantu tugas presiden sebelum DPR/MPR terbentuk.

Berkaitan dengan UUD, terdapat perubahan dari bahan yang dihasilkan oleh BPUPKI, antara lain:

  1. Kata Muqaddimah diganti dengan kata Pembukaan.
  2. Kalimat Ketuhanan, dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya di dalam Piagam Jakarta diganti dengan Ketuhanan yang Mahaesa.
  3. Mencoret kata-kata ... dan beragama Islam pada pasal 6:1 yang berbunyi Presiden ialah orang Indonesia Asli dan beragama Islam.
  4. Sejalan dengan usulan kedua, maka pasal 29 pun berubah.

E. KONDISI MASYARAKAT INDONESIA DALAM PERJALANAN SEJARAH

F. BANGSA INDONESIA ADALAH BANGSA YANG BER KE-TUHANAN YANG MAHA ESA

BAB III

KESIMPULAN

A. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia[3]
Pancasila digunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan aktivitas dan kehidupan di dalam segala bidang. Dengan kata lain semua tingkah laku dan perbuatan setiap manusia Indonesia harus sesuai dengan sila-sila Pancasila.

B. Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa
Pancasila sudah menjadi jiwa setiap rakyat Indonesia dan telah menjadi ciri khas bangsa Indonesia dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan.

C. Pancasila sebagai dasar Negara

Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan Negara atau dasar mengatur penyelenggaraan Negara.

Menurut Prof. Dr. Notonegoro, SH. ; Pancasila merupakan norma hukum pokok atau pokok kaidah fundamental dan memiliki kedudukan yang tetap, kuat, dan tidak berubah. Pancasila juga memiliki kekuatan yang mengikat secara hukum.
Penegasannya tercantum dalam:
1. Pembukaan UUD 1945 alinea IV
2. Tap MPR No.XVII/MPR/1998
3. Tap MPR No.II/MPR/2000

D. Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia
Pancasila merupakan dasar filsafat negara dan ideologi negara. Yang kemudian dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan dan mengatur penyelenggaraan negara.

E. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara Indonesia
Merupakan fungsi Pancasila dilihat secara yuridis ketatanegaraan. Tap MPR No. III/MPR/2000 mengatur tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.

F. Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia
Pancasila disahkan bersama-sama dengan disahkannya UUD 1945 oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. PPKI merupakan wakil dari seluruh rakyat Indonesia yang mengesahkan perjanjian luhur tersebut.

G. Pancasila sebagai cita-cita bangsa Indonesia
Cita-cita luhur bangsa Indonesia tegas termuat dalam Pembukaan UUD 1945 karena Pembukaan UUD 1945 merupakan perjuangan jiwa proklamasi, yaitu jiwa Pancasila. Dengan demikian Pancasila merupakan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia.



[1] Wilkipedia berbahasa Indonesia dalam http://www.google.co.//search/pengertian+pancasila

[2]

[3] Musthafa Kamal Pasha “Pancasila dalam tinjauan historis, yuridis dan filosofis” Citra Karsa Mandiri, 2002. hlm. 101


Pendahuluan

Menjelang kekalahannya di akhir Perang Pasifik, tentara pendudukan Jepang berusaha menarik dukungan rakyat Indonesia dengan membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Badan ini mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945, dengan acara tunggal menjawab pertanyaan Ketua BPUPKI, Dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat, “Indonesia merdeka yang akan kita dirikan nanti, dasarnya apa?”

Hampir separuh anggota badan tersebut menyampaikan pandangan-pandangan dan pendapatnya. Namun belum ada satu pun yang memenuhi syarat suatu sistem filsafat dasar untuk di atasnya dibangun Indonesia Merdeka.

Pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mendapat giliran untuk menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia Merdeka, yang dinamakannya Pancasila. Pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu itu diterima secara aklamasi oleh segenap anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai.

Selanjutnya BPUPKI membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno itu. Dibentuklah Panitia Sembilan (terdiri dari Ir. Soekarno, Muhammad Hatta, Mr. AA Maramis, Abikusno Tjokrokusumo, Abdulkahar Muzakir, HA Salim, Achmad Soebardjo dan Muhammad Yamin) yang bertugas “merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkn Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, dan menjadikan dokumen tiu sebagai teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.”

Demikianlah, lewat proses persidangan dan lobi-lobi akhirnya Pancasila penggalian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan dan dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia Merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945 (Diambil dari Pancasila Bung Karno, Paksi Bhinneka Tunggal Ika, 2005).

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PANCASILA

A. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia[1]
Pancasila digunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan aktivitas dan kehidupan di dalam segala bidang. Dengan kata lain semua tingkah laku dan perbuatan setiap manusia Indonesia harus sesuai dengan sila-sila Pancasila.

B. Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa
Pancasila sudah menjadi jiwa setiap rakyat Indonesia dan telah menjadi ciri khas bangsa Indonesia dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan.

C. Pancasila sebagai dasar Negara

Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan Negara atau dasar mengatur penyelenggaraan Negara.

Menurut Prof. Dr. Notonegoro, SH. ; Pancasila merupakan norma hukum pokok atau pokok kaidah fundamental dan memiliki kedudukan yang tetap, kuat, dan tidak berubah. Pancasila juga memiliki kekuatan yang mengikat secara hukum.
Penegasannya tercantum dalam:
1. Pembukaan UUD 1945 alinea IV
2. Tap MPR No.XVII/MPR/1998
3. Tap MPR No.II/MPR/2000

D. Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia
Pancasila merupakan dasar filsafat negara dan ideologi negara. Yang kemudian dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan dan mengatur penyelenggaraan negara.

E. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara Indonesia
Merupakan fungsi Pancasila dilihat secara yuridis ketatanegaraan. Tap MPR No. III/MPR/2000 mengatur tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.

F. Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia
Pancasila disahkan bersama-sama dengan disahkannya UUD 1945 oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. PPKI merupakan wakil dari seluruh rakyat Indonesia yang mengesahkan perjanjian luhur tersebut.

G. Pancasila sebagai cita-cita bangsa Indonesia
Cita-cita luhur bangsa Indonesia tegas termuat dalam Pembukaan UUD 1945 karena Pembukaan UUD 1945 merupakan perjuangan jiwa proklamasi, yaitu jiwa Pancasila. Dengan demikian Pancasila merupakan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia.

MENGAPA 1 JUNI 1945 DIPERINGATI SEBAGAI

HARI LAHIRNYA PANCASILA



Sejarah perumusan Pancasila berawal dari pemberian janji kemerdekaan oleh penjajah Jepang kepada bangsa Indonesia yang saat itu disampaikan oleh Perdana Menteri Jepang Kuniaki Koiso pada tanggal 7 September 1944. Kemudian pemerintah Jepang membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 1 Maret 1945 (2605, tahun Showa 20) yang bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang berhubungi dengan tata pemerintahan Indonesia Merdeka.

a. Muhammad Yamin (29 Mei 1965)
Organisasi yang beranggotakan 67 orang Indonesia dan 7 orang Jepang ini mengadakan sidang pertamanya pada tanggal 29 Mei 1945 untuk merumuskan falsafah dasar Negara bagi Negara Indonesia. Muhammad Yamin, Soepomo dan Soekarno menyumbangkan pemikiran mereka bagi dasar Negara Indonesia. Dalam hal ini Muhammad Yamin mendapatkan kesempatan pertama untuk berpidato dihadapan sidang lengkap Badan Penyelidik. Pidato Muhammad Yamin itu berisikan lima azas dasar untuk Negara Indonesia Merdeka yang diidam-idamkan itu, yakni :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat

Setelah berpidato beliau menyampaikan usul tertulis mengenai Rancangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Di dalam Pembukaan dari Rancangan Undang-Undang Dasar itu tercantum perumusan lima azas dasar Negara yang berbunyi sebagai berikut :
1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia.
3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Perlu dicatat bahwa usul lima azas dasar Negara yang dikemukakan oleh Muhammad Yamin secara lisan dan yang dikemukakan secara tertulis terdapat perbedaan baik perumusan kata-katanya maupun sistematikanya.

Kenyataan mengenai isi pidato serta usul tertulis mengenai Rancangan UUD yang dikemukakan oleh Muhammad Yamin itu dapatlah meyakinkan kita bahwa Pancasila tidaklah lahir pada tanggal 1 Juni 1945 karena pada tanggal 29 Mei 1945 Muhammad Yamin telah mengucapkan pidato serta menyampaikan usul rancangan UUD Negara Republik Indonesia yang berisi lima azas dasar Negara. Bahkan lebih dari itu, perumusan dan sistematik yang dikemukakan oleh Mr. Muh Yamin pada tanggal 29 Mei 1945 itu hampir sama dengan Pancasila yang sekarang ini (Pembukaan UUD 1945). Tiga sila yakni : Sila pertama, keempat, dan kelima baik perumusan maupun tempatnya sama dengan Pancasila yang sekarang. Perbedaannya adalah pada sila kedua dan ketiga, yang di dalam sistematik usul Muhammad Yamin berbalikan dengan sistematik yang ada pada Pancasila sekarang. Selain itu perumusan kedua Sila itupun ada sedikit perbedaan, yaitu digunakannya kata “Kebangsaan” pada sila “Kebangsaan Persatuan Indonesia”, dan digunakannya kata “Rasa” pada sila “Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Kedua kata tersebut diatas yakni kata “Kebangsaan” dan “Rasa”, sebagaimana diketahui di dalam Pancasila yang sekarang tidak terdapat.

b. Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
Pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno mengucapkan pidatonya di hadapan sidang hari ketiga Badan Penyelidik. Dalam pidato itu dikemukakan/diusulkan juga lima hal untuk menjadi dasar-dasar Negara Merdeka yang perumusan serta sistematikanya sebagai berikut :
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhan yang berkebudayaan

Untuk lima dasar Negara oleh beliau diusulkan pula agar diberi nama Pancasila. Dikatakannya bahwa nama ini berasal dari seorang ahli bahasa kawan beliau tetapi tidak dikatakannya siapa. Usul mengenai nama Pancasila ini kemudian diterima oleh sidang.

Jika perumusan dan sistematik yang dikemukakan/diusulkan oleh Ir. Soekarno itu kita bandingkan dengan Pancasila yang sekarang, nyata sekali bahwa perumusan dan sitematik Ir. Soekarno itu lain dari perumusan dan sistematik Pancasila yang sekarang.

Sistematik yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno itu merupakan hasil pemikiran atas dasar “denk methode historisch materiliasme”. Dengan pola berpikir yang dialektis ini maka azas kebangsaan Indonesia atau Nasionalisme dihadapkan dengan azas Internasionalisme atau perikemanusiaan dan menjadi “Sosio – Nasionalisme”. Selanjutnya azas muakat atau Demokrasi dalam hal ini demokrasi politik dihadapkan dengan azas kesejahteraan social yakni demokrasi ekonomi dan menjadi “Sosio – Demokrasi”.

Kemudian “Sosio – Nasionalisme”, “Sosio _ Demokrasi” dan “Ke – Tuhanan” itu disebut Trisila yang dikatakannya sebagai perasaan dari lima sila. Trisila ini kemudian diperas lagi menjadi ekasila yakni “Gotong Royong”. Dengan demikian kiranya dapat dimengerti bahwa beliau tidak menggunakan cara berpikir filosofis dan religius ini.

Pada tahun 1947, pidato Ir. Soekarno 1 Juni 1945 diterbitkan/dipublikasikan dengan nama “Lahirnya Pancasila” kemudian menjadi popular dalam masyarakat bahwa Pancasila adalah nama dari Dasar Negara kita meskipun bunyi rumusan dan sistematika serta metode berpikir antara usul Dasar Negara 1 Juni 1945 tidak sama dengan Dasar Negara yang disahkan dalam Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945.

Pada tahun 1958 dan 1959 Presiden Soekarno memberikan kursus-kursus dan kuliah umum di istana Negara Jakarta dan Yogyakarta yang pada tanggal 1 Juni 1964 dibukukan dengan judul “Tjamkan Pantja-Sila !”. Pada tanggal 17 Agustus 1959 diucapkan pidato Presiden Soekarno yang kemudian menjadi MANIPOL. Pda waktu itu MANIPOL dianggap sebagai pengamalan dari Pancasila dengan “Nasakom” dan “Lima Azimat Revolusi”. Kemudian meletuslah pengkhiatanatan G 30 S/PKI tanggal 1 Oktober 1965.

Setelah meletusnya G 30 S/PKI pada tahun 1965 tidak hanya Soekarno yang harus “diselesaikan” dan “dipendem jero”. Dengan melalui segala cara dilakukan upaya untuk menghapuskan nama Soekarno dalam kaitannya dengan Pancasila. Misalnya dinyatakannya tanggal 18 Agustus 1945 sebagai hari lahir Pancasila bukan 1 Juni 1945. Demikian juga disebutkan konsep utama Pancasila berasal dari Muhammad Yamin yang lebih dahulu berpidato daripada Soekarno. Tetapi kebenaran tidak bisa ditutupi untuk selamanya. Ketika pemerintah Belanda menyerahkan dokumen-dokumen asli BPUPKI terbuktilah bahwa pidato Muhammad Yamin tidak terdapat didalamnya. Dengan demikian gugur lah teori bahwa Muhammad Yamin adalah konseptor Pancasila. Maka polemic mengenai Pancasila pun berakhir dengan sendirinya tetapi sebagai akibat akumulatif dari polemik Pancasila akhirnya orang menjadi skeptis terhadap Pancasila, kabur pemahaman dan pengertian-pengertiannya dan menjadi tidak yakin akan kebenarannya.

Tanggal 1 Oktober 1965 dinyatakan sebagai “Tonggak Demokrasi Orde Baru” dan selanjutnya diperingati sebagai “Hari Kesaktian Pancasila”. Berdasarkan Radiogram Sekretaris Negara Mayjen TNI Alam Syah sejak tahun 1970 hingga sekarang tanggal 1 Juni tidak lagi diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila.

c. Piagam Jakarta (22 Juni 1945)
Pada tanggal 22 Juni 1945 sembilan tokoh nasional yang juga tokoh-tokoh Dokuritsu Junbi Choosakai mengadakan pertemuan untuk membahas pidato serta usul-usul mengenai azas dasar Negara yang telah dikemukakan dalam sidang badan penyelidik.

Setelah mengadakan pembahasan maka oleh sembilan tokoh tersebut disusunlah sebuah Piagam yang kemudian terkenal dengan nama “Piagam Jakarta” yang didalamnya terdapat perumusan dan sistematik Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan, dengan kewajian menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia

Adapun sembilan tokoh nasional itu ialah : Ir. Soekarno, Drs. Moch. Hatta, Mr. A. A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdoelkahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr. Achmad Soebardjo, K. H. Wachid Hasjim dan Mr. Muhammad Yamin.

d. Penerimaan Piagam Jakarta oleh Badan Penyelidik (14 Juli 1945)
Piagam Jakarta yang didalamnya terdapat perumusan dari sistematik Pancasila sebagaimana diuraikan tersebut diatas itu kemudian diterima oleh Badan Penyelidik dalam sidangnya (kedua) pada tanggal 14 – 16 Juli 1945.

Sampai disini kita dapat mengetahui bagaimana hubungan secara kronologis sejarah perumusan dan sistematik-sistematik lima azas dasar Negara berturut-turut mulai tanggal 29 Mei 1945, 1 Juni 1945, 22 Juni 1945 dan 14 Juli 1945. Apa yang telah terjadi pada tanggal-tanggal tersebut belumlah merupakan suatu keputusan yang final karena perumusan dan sistematik itu barulah merupakan usul perorangan kecuali Piagam Jakarta yang telah diterima oleh Badan Penyelidik. Akan tetapi inipun belum final disamping Badan itu sendiri belum merupakan perwakilan yang representative.

e. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (9 Agustus 1945)
Pada tanggal 9 Agustus 1945 terbentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonseia yang kemudian disingkat PPKI. Ir. Soekarno diangkat sebagai ketua dan Moch. Hatta sebagai Wakilnya. Badan yang mula-mula bertugas memeriksa hasil-hasil Badan Penyelidik tetapi menurut sejah kemudian mempunyai kedudukan dan berfungsi penting sekali yaitu ;
1. Mewakili seluruh Bangsa Indonesia
2. Sebagai Pembentuk Negara. (yang menyusun Negara Republik Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945)
3. Menurut teori hokum badan seperti itu mempunyai wewenang untuk meletakkan Dasar Negara (poko kaidah Negara yang fundamental).

f. Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus 1945)
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kalah kepada sekutu. Pada saat itu terjadi kekosongan kekuasaan di Indonesia. Inggris yang oleh sekutu diserahi tugas untuk memelihara keamanan di Asia Tenggara termasuk di Indonesia pada saat itu belum datang. Sementara itu sambil menunggu kedatangan Inggris tugas penjagaan keamanan di Indonesia oleh sekutu diserahkan kepada Jepang yang telah kalah perang.

Situasi kekosongan kekuasaan itu tidak disia-siakan oleh bangsa Indonesia. Pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia terutama para pemudanya segera menanggapi situasi ini dengan mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Penyelenggaran Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang telah terbentuk sebelumnya yang kita anggap mewakili bangsa Indonesia seluruhnya dan yang merupakan sebagai Pembentuk Negara Republik Indonesia. Naskah Proklamasi ditanda tangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia bertanggal 17 Agustus 1945 (naskah asli memakai tahun Jepang 05 = 2605)

Dari kenyataan sejarah itu dapatlah kita ketahui bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia bukanlah hadiah dari Jepang melainkan sebagai suatu perjuangan dan hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri. Proklamasi Kemerdekaan merupakan titik kulminasi dari pada perjuangan bangsa Indonesia dalam membebaskan dirinya untuk mencapai kemerdekaan Negara dan bangsa yang telah berabad-abad dijajah.

g. Pengesahan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945
Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat kelengkapan Negara sebagaimana lazimnya suatu Negara yang merdeka maka Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang.

Dalam sidangnya pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI yang telah disempurnakan antara lain telah mengesahkan Undang-undang Dasar yang kini terkenal dengan UUD 1945. UUD 1945 yang telah disahkan oleh PPKI terdiri dari dua bagian yaitu bagian “Pembukaan” dan bagian “Batang Tubuh UUD 1945” yang berisi : 37 pasal, 1 aturan peralihan terdiri atas 4 pasal, 1 aturan tambahan terdiri dari 2 ayat.

Didalam bagian “Pembukaan” yang terdiri atas empat alenia yang tercantum perumusan Pancasila yang berbunyi sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan Dasar Negara Pancasila yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 inilah yang sah dan benar, karena disamping mempunyai kedudukan Konstitusional juga disahkan oleh suatu Badan yang mewakili seluruh bangsa Indonesia (PPKI) yang berarti disepakati oleh seluruh rakyat Indonesia.


BAB III
KEDUDUKAN PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP
DAN DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pancasila sebagai dasar Negara itu digali dari Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Oleh sebab itu pada hakekatnya Pancasila mempunyai dua pengertian poko yaitu Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa. Penyebutan atau pengertian yang bermacam-macam yang dihubungkan dengan Pancasila dapat dikembalikan kepada dua pengertian pokok tersebut diatas. Penyebutan yang bermacam-macam yang sering kita dengar didalam masyarakat dapat dirumuskan secara sistematis sebagai berikut :
1. Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Indonesia
2. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia
3. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
4. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia (Dasar falsafah Negara Republik Indonesia)
5. Pancasila sebagai Sumber dari segala Sumber Hukum (Sumber tertib Hukum) dari Negara Republik Indonesia
6. Pancasila sebagai Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia (waktu mendirikan Negara)
7. Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan Bangsa Indonesia (seperti yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945)
8. Pancasila sebagai Falsafah hidup yang mempersatukan Bangsa Indonesia.

Dilihat dari segi positifnya ini berarti bahwa Pancasila dapat diterima dan dipergunakan Bangsa Indonesia dalam segala bidang kehidupan. Tetapi dengan adanya berbagai penyebutan terhadap Pancasila tersebut kadang-kadang dapat mengaburkan pengertian dan fungsi yang pokok (proporsional) yaitu sebagai dasar Negara. Contohnya : Pancasila dikatakan sebagai “alat pemersatu bangsa” yang sengaja diberi pengertian/tafsiran yang salah oleh tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) D. N. Aidit yaitu apabila bangsa Indonesia telah bersatu maka Pancasila tidak diperlukan lagi dan Dasar Negara Indonesia dapat diganti dengan ideology yang lain (Komunis).

Adalah benar bahwa Pancasila dapat dipergunakan sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia karena memang di dalam Pancasila terkandung azas-azas persatuan dan kesatuan bagi hidup bersama segenap bangsa Indonesia sehingga dengan Pancasila persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia menjadi kokoh dan kekal.

1. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Pancasila dalam pengertian ini juga sering disebut way of life, weltanschauung, wereldbeschouwing, wereld en levesbeschouwing, pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup, petunjuk hidup. Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari-hari dengan kata lain Pancasila digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan.

Pancasila yang harus dihayati ialah Pancasila sebagaimana yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan demikian, jiwa keagamaan (sebagai manifestasi/perwujudan sila Ketuhan Yang Maha Esa), jiwa yang berperikemanusiaan, jiwa kebangsaan, jiwa kerakyatan dan jiwa yang menjunjung tinggi keadilan sosial selalu terpancar dari dalam segala tingkah laku serta sikap hidup seluruh bangsa Indonesia.

Pancasila sebagai norma fundamental maka Pancasila berfungsi sebagai cita-cita atau idea yang semestinya harus selalu diusahakan untuk dicapai oleh tiap-tiap manusia Indonesia sehingga cita-cita itu bias terwujud menjadi suatu kenyataan.

2. Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia
Pancasila dalam pengertian ini sering disebut Dasar Falsafah Negara, Philosofische Grondslag dari Negara, Ideologi Negara, Staatsidee. Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan Negara dengan kata lain Pancasila dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan Negara.

Pengertian Pancasila yang bersifat sosiologis adalah didalam fungsinya sebagai pengatur hidup kemasyarakatan pada umumnya, sedangkan pengertian yang bersifat ethis dan filosofis adalah didalam fungsinya sebagai pengatur tingkah laku pribadi dan cita-cita dalam mencari kebenaran. Pancasila sebagai philosophical way of thinking dapat dianalisa dan dibicarakan secara mendalam, karena orang berpikir secara filosofis tidak akan ada hentin-hentinya. Namun demikian harus disadari bahwa kebenaran yang dapat dicapai manusia adalah kebenaran yang masih relative, tidak absolute atau mutlak. Kebenaran yang absolute adalah kebenaran yang ada pada Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu dalam mencari kebenaran Pancasila sebagai philosophical way of thinking tidaklah perlu sampai menimbulkan pertentangan dan persengketaan apalagi perpecahan.


BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Apa pun, upaya pemunculan fakta sejarah secara proporsional, seperti pidato Bung Karno ini, penting untuk menyadarkan setiap penguasa. Bahwa sudah bukan zamannya lagi menutup-nutupi peran tokoh sejarah yang berjasa pada negara. Upaya itu hanya akan menimbulkan dendam sejarah. Tidak hanya Bung Karno --sebagaimana rekomendasi Sidang Tahunan MPR 2003 untuk merehabilitasi para pahlawan-- nama lain seperti Sjafruddin Prawiranegara, Sjahrir, dan Moh. Natsir juga penting dibebaskan dari manipulasi sejarah.
Ada pendapat, ide Pancasila pertama kali dicetuskan Muhamad Yamin pada 29 Mei 1945 di depan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Lebih dari 30 tahun zaman Orde Baru, sejarawan dan penatar P4 tidak berani menyatakan 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila. Padahal, Yamin dalam enam tulisannya mengakui bahwa ide Pancasila sebagai dasar negara diperkenalkan pertama kali oleh Bung Karno dalam sidang BPUPKI, 1 Juni 1945.Ada juga polemik golongan tua dan muda dalam proklamasi. Golongan tua, diwakili Hatta, menyatakan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia membuat skenario proklamasi pada 16 Agustus 1945. Gara-gara ulah golongan muda, proklamasi tertunda satu hari, menjadi 17 Agustus. Golongan muda, diwakili Adam Malik, menyatakan, kalau tidak didesak golongan muda, sampai September pun belum tentu proklamasi dikumandangkan.
"Kiranya tidak perlu lahirnya Pancasila itu kita kaitkan kepada seorang tokoh secara mutlak. Sebab, lahirnya sesuatu gagasan sebagai sesuatu yang abstrak memang tidak mudah ditentukan dengan tajam. Yang dapat kita pastikan adalah saat pengesahan formal dan resmi suatu dokumen". (Nugroho Notosusanto berjudul "Naskah Proklamasi jang otentik dan Rumusan Pancasila jang otentik")

Ada yang bilang tanggal 18 AGUSTUS 1945



[1] Musthafa Kamal Pasha “Pancasila dalam tinjauan historis, yuridis dan filosofis” Citra Karsa Mandiri, 2002. hlm. 101

makalah pancasila "sejarah dan perumusan"

BAB I

PENDAHULUAN

Pancasila sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diterima secara luas dan telah bersifat final. Hal ini kembali ditegaskan dalam Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)[1] dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Selain itu Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa Indonesia.

Namun dibalik itu terdapat sejarah panjang perumusan sila-sila Pancasila dalam perjalanan ketata negaraan Indonesia. Sejarah ini begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam keutuhan Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus istilah Pancasila. Makalah ini sedapat mungkin menghindari polemik dan kontroversi tersebut. Oleh karena itu makalah ini lebih bersifat suatu "perbandingan" (bukan "pertandingan") antara rumusan satu dengan yang lain yang terdapat dalam dokumen-dokumen yang berbeda. Penempatan rumusan yang lebih awal tidak mengurangi kedudukan rumusan yang lebih akhir.

Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda namun ada pula yang sama.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pancasila

Kata Pancasila terdiri dari dua kata dari bahasa Sansekerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia berisi :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia[2]

B. Sejarah Lahirnya Pancasila

Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK, tanpa kata Indonesia karena dibentuk Tentara Jepang ke-XVI, bukan Gabungan Tentara Jepang ke-7 yang menguasai Nanpo Gun) yaitu :

Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, diragukan kesahihannya, (29 Mei 1945)
Panca Sila oleh Soekarno (1 Juni 1945)

Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah :

1. Rumusan Pertama : Piagam Jakarta - tanggal 22 Juni 1945

2. Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945

3. Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember 1949

4. Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950

5. Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)[3]

C. BPUPKI dan PPKI

A. BPUPKI

Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI (Dokuritsu Junbi Cosakai) adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini dibentuk sebagai upaya pelaksanaan janji Jepang mengenai kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 62 orang yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Hibangase Yosio (orang Jepang) dan R.P. Soeroso.

Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh R.P.Soeroso, dengan wakil Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda (orang Jepang).

Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

Rapat pertama diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedung Volksraad, lembaga DPR bentukan Belanda.

Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan tema dasar negara. Pada rapat pertama ini terdapat 3 orang yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara.

Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam pidato singkatnya mengemukakan lima asas yaitu:a. peri kebangsaanb. peri ke Tuhananc. kesejahteraan rakyatd. peri kemanusiaane. peri kerakyatan

Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo mengusulkan lima asas yaitu:a. persatuanb. mufakat dan demokrasic. keadilan sosiald. kekeluargaane. musyawarahPada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan lima asas pula yang disebut Pancasila yaitu:[4] a. kebangsaan Indonesiab. internasionalisme dan peri kemanusiaanc. mufakat atau demokrasid. kesejahteraan sosiale. Ketuhanan yang Maha Esa

Kelima asas dari Soekarno disebut Pancasila yang menurut beliau dapat diperas menjadi Trisila atau Tiga Sila yaitu:a. Sosionasionalismeb. Sosiodemokrasic. Ketuhanan yang berkebudayaan

Bahkan masih menurut Soekarno, Trisila tersebut di atas masih dapat diperas menjadi Ekasila yaitu sila Gotong Royong. Selanjutnya lima asas tersebut kini dikenal dengan istilah Pancasila, namun dengan urutan dan nama yang sedikit berbeda.

Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam dalam Indonesia yang baru.[5]

B. Masa antara Rapat Pertama dan Kedua

Sampai akhir rapat pertama, masih belum ditemukan kesepakatan untuk perumusan dasar negara, sehingga akhirnya dibentuklah panitia kecil untuk menggodok berbagai masukan. Panitia kecil beranggotakan 9 orang dan dikenal pula sebagai Panitia Sembilan dengan susunan sebagai berikut:

Ir. Soekarno (ketua), Drs. Moh. Hatta (wakil ketua), Mr. Achmad Soebardjo (anggota), Mr. Muhammad Yamin (anggota), KH. Wachid Hasyim (anggota), Abdul Kahar Muzakir (anggota), Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota), H. Agus Salim (anggota) dan Mr. A.A. Maramis (anggota)[6]

Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan:a. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknyab. Kemanusiaan yang adil dan beradabc. Persatuan Indonesiad. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilane. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

C. Rapat Kedua

Rapat kedua berlangsung 10-17 Juli 1945 dengan tema bahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. Dalam rapat ini dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir. Soekarno, Panitia Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikoesno Tjokrosoejoso dan Panitia Ekonomi dan Keuangan diketuai Mohamad Hatta.

Dengan pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.

Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perancang UUD membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7 orang yaitu:

Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota), Mr. Wongsonegoro, Mr. Achmad Soebardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim dan Dr. Soekiman
Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil perancang UUD tersebut.

Pada tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno BPUPKI menerima laporan Panitia Perancang UUD yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tercantum tiga masalah pokok yaitu:a. pernyataan Indonesia merdekab. pembukaan UUDc. batang tubuh UUDKonsep proklamasi kemerdekaan rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama Piagam Jakarta. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat Piagam Jakarta.

B. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)

Karena BPUPKI dianggap terlalu cepat ingin melaksanakan proklamasi kemerdekaan, maka Jepang membubarkannya dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (Dokuritsu Junbi Iinkai, lit. Komite Persiapan Kemerdekaan) pada tanggal 7 Agustus 1945 yang diketuai oleh Ir. Soekarno.

A. Keanggoataan

Pada awalnya PPKI beranggotakan 21 orang[7] (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa). Susunan awal anggota PPKI adalah sebagai berikut:

Ir. Soekarno sebagai ketua, Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Ketua, dan beberapa anggota y6ang meliputi: Prof. Mr. Dr. Soepomo, KRT Radjiman Wedyodiningrat, R. P. Soeroso, Soetardjo, Kartohadikoesoemo, Kiai Abdoel Wachid Hasjim, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandardinata, Abdoel Kadir, Pangeran Soerjohamidjojo, Pangeran Poerbojo, Dr. Mohammad Amir (Anggota), Mr. Abdul Abbas (Anggota), Mr. Mohammad Hasan, Dr. GSSJ Ratulangi, Andi Pangerang, A.H. Hamidan, I Goesti Ketoet Poedja, Mr. Johannes Latuharhary, Drs. Yap Tjwan Bing dan Erwin Marwiansyah, S.Pd.
Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 yaitu :
Achmad Soebardjo, Sajoeti Melik, Ki Hadjar Dewantara, R.A.A. Wiranatakoesoema, Kasman Singodimedjo, Iwa Koesoemasoemantri dan Abdul Aziz

B. Persidangan

Tanggal 9 Agustus 1945, sebagai pimpinan PPKI yang baru, Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk bertemu Marsekal Terauchi. Setelah pertemuan tersebut, PPKI tidak dapat bertugas karena para pemuda mendesak agar proklamasi kemerdekaan tidak dilakukan atas nama PPKI, yang dianggap merupakan alat buatan Jepang. Bahkan rencana rapat 16 Agustus 1945 tidak dapat terlaksana karena terjadi peristiwa Rengasdengklok.

Setelah proklamasi, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI memutuskan antara lain:mengesahkan Undang-Undang Dasar, memilih dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. M. Hatta sebagai wakil presiden RI, membentuk Komite Nasional untuk membantu tugas presiden sebelum DPR/MPR terbentuk.

C. Rumusan PPKI

Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus 1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan), diantaranya A. A. Maramis, Mr., menemui Sukarno menyatakan keberatan dengan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Sukarno segera menghubungi Hatta dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula, wakil golongan Islam, diantaranya Teuku Moh Hasan, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo, keberatan dengan usul penghapusan itu. Setelah diadakan konsultasi mendalam akhirnya mereka menyetujui penggantian rumusan “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sebuah “emergency exit” yang hanya bersifat sementara dan demi keutuhan Indonesia.

Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.

Rumusan itu berbunyi:

“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

D. Bangsa Indonesia Adalah Bangsa Yang ber ke-Tuhanan Yang Maha Esa

Banyak orang yang salah kaprah dengan satu kalimat ini. Bahwa karena negara berdasarkan kepada Ketuhanan yang Maha Esa (YME), maka tidak diperbolehkan seorang atheis pun tinggal di negeri ini. Namun, pertanyaannya adalah: Apakah Negara Berdasarkan kepada Ketuhanan YME adalah SAMA dengan Negara Berdasarkan kepada Agama?

Dalam hal bernegara, tidak ada kaitan langsung antara Ketuhanan YME dengan Agama. Bahkan, dalam kondisi tertentu, Ketuhanan YME bisa bertentangan dengan Agama. karena bisa saja agama tidak ber-Ketuhanan YME.

Pada UUD 1945 Pasal 29[8] ayat 1 dan 2 yang berbunyi

(1) Negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memelukagamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dankepercayaannya itu.[9]

Penjelasan Pasal 29 (1) UUD 1945: Ayat ini untuk menyatakan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan penjelasan di atas, tidak ada maksud negara untuk meletakkan agama sebagai landasan untuk bernegara, melainkan Ketuhanan YME yang menjadi landasan dalam bernegara dan berbangsa. Maksudnya, di dalam melaksanakan tujuan-tujuan bernegara dan berbangsa, prinsip yang ditonjolkan adalah prinsip Berketuhanan YME. Artinya, tidak boleh negara itu melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan prinsip Ketuhanan YME.
Prinsip Ketuhanan YME merupakan prinsip yang dianggap baik oleh negara untuk mengatur negaranya. Inipun tidak hanya prinsip Ketuhanan YME. Penjelasan Umum UUD 1945 menggandengkan prinsip ini dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab:
Artinya, dalam menjalankan prinsip-prinsip Ketuhanan YME tadi, harus tetap memperhatikan prinsip Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

BAB III

KESIMPULAN

Pancasila terdiri dari dua kata dari bahasa Sansekerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia berisi :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Ada beberapa dokumen penetapan Pancasial, yaitu :

1. Rumusan Pertama : Piagam Jakarta - tanggal 22 Juni 1945

2. Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945

3. Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember 1949

4. Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950

5. Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Dalam hal bernegara, tidak ada kaitan langsung antara Ketuhanan YME dengan Agama. Bahkan, dalam kondisi tertentu, Ketuhanan YME bisa bertentangan dengan Agama. karena bisa saja agama tidak ber-Ketuhanan YME.

DAFTAR LITERATUR

· Roeslan Abdulgani, “Pancasila: perjalanan sebuah ideology” Gramedia Widiasarana Indonesia bekerja sama dengan FKN-Alumni GMNI, 1998

· Darji Darmodiharjo “Pancasila: suatu orientasi singkat : dilengkapi dengan Pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila (Ketetapan MPR no. II/MPR/1978)”, Balai Pustaka, 1979

· C. S. T. Kansil, “Pancasila dan UUD 1945: pendidikan Pancasila di perguruan tinggi”, Pradnya Paramita, Indonesia, 2003

· Yayasan Pembela Tanah Air , “Sejarah lahirnya Pancasila” Yayasan Pembela Tanah Air Pusat, 1995

· Achamd Fauzi DH “Pancasila ditinjau dari sejarah, segi yuridis konstitusional, dan segi filosofis”, lembaga Penerbitan, Universitas Brawijaya, 1983

· Musthafa Kamal Pasha, “Pancasila dalam tinjauan historis, yuridis dan filosofis”, Citra Karsa Mandiri, 2002



[1] Darji Darmodiharjo “Pancasila: suatu orientasi singkat : dilengkapi dengan Pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila (Ketetapan MPR no. II/MPR/1978)”, Balai Pustaka, 1979. hlm. 8

[2] Lihat Naskah Pembukaan UUD 1945 alenia ke- 4

[3] Yayasan Pembela Tanah Air , “Sejarah lahirnya Pancasila” Yayasan Pembela Tanah Air Pusat, 1995. hlm. 125

[4] Pidato Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945 dimuat dalam “20 tahun Indonesia Merdeka” Dep. Penerangan RI. 1965.)

[5] Musthafa Kamal Pasha, “Pancasila dalam tinjauan historis, yuridis dan filosofis”, Citra Karsa Mandiri, 2002. hlm. 61

[6] Lihat wilkipedia berbahasa indonesia

[7] Lihat dalam wilkipedia berbahasa Indonesia

[8] Lihat UUD 1945 pasal 29

[9] Ayat (2) sebenarnya kurang lengkap dan tidak tegas. Seharusnya tertulis: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing ......